imaging is me

imaging is me
life is cicle

Jumat, 25 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEURISMA SEREBRA




Aneurima adalah kantung atau dilatasi lokal yang menyerang arteri, yang terbentuk dititik lemah pembuluh darah. Aneurisma sejati timbul akibat atrofi lapisan media arteria. Dinding arteri berdilatasi tetapi tetep utuh walaupun mengalami distorsi dan dapat membentuk menjadi jaringan fibrosa. Aeurisma adalah penyakit yang serius karena dapat menyebabkan ruptur, dan mengakibatkan perdarahan dan kematian.
Ø  Aneurisma dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya antara lain :
  • Aneurisma Sakular atau Fusiform adalah aneurisma mirip kantong menonjol dan berhubungan dengan dinding arteri melalui suatu leher yang sempit. Apabila seluruh segmen arteri mengalami dilatasi, maka terjadilah Aneurisma fusiform.
  • Aneurisma Mikotik adalah aneurisma yang disebabkan oleh infeksi lokal. Aneurisma jenis ini jarang ditemukan.
  • Aneurisma Palsu adalah akumulasi darah ekstravaskuler disertai disrupsi dari ketiga lapisan dinding arteri. Dinding dari aneurisma palsu adalah trombus dan jaringan yang berdekatan.

Ø  Selain berdasarkan bentuk Aneurisma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempatnya antara lain :
·         Aneurisma aorta torakalis
·         Aneurisma aorta abdomonal
·         Aneurisma Intrakanial
Aneurisma Aorta Torakalis
1.      Definisi
Aneurisma aorta torakalis adalah pelebaran atau dilatasi pembuluh darah aorta yang biasanya menyerang aorta torasika desendens dibawah arteri subklavia kiri, aorta asendens diatas katup aorta, dan arkus aorta. Aorta desendens paling sering terserang. Pada salah satu bentuk aneurisma torakalis yang khusus, pelebaran aorta terjadi di tempatnya keluar dari jantung. Pelebaran ini bisa menyebabkan kelainan fungsi katup antara jantung dan aorta ( katup aorta ), sehingga pada saat katup menutup, darah kembali merembes ke jantung.

2.      Etiologi
Aneurisma aorta torakalis disebabkan oleh ateroskerosis. Penyakit ini paling sering terjadi pada pria antara usia 40 dan 70 tahun. Aorta torakalis merupakan tempat yang tersering terjadi aneurisma. Sekiter sepertiga pasien dengan aneurisma ini meninggal karena ruptur aneurisma.
3.      Manifestasi Klinis
Biasanya gejala yang timbul itu bervariasi tergantung kecepatan dilatasi aneurisma dan bagaimana pengaruh masa berdenyut terhadap stuktur intratorakalis disekitarnya. Beberapa pasien tidak menunjukkan gejala. Pada beberapa kasus nyeri adalah gejala yang menonjol. Nyeri (biasanya di punggung sebelah atas) nyeri terasa pada saat penderita berbaring terlentang, selain itu batuk dan bunyi mengi.
Dipsne akibat desakan kantung terhadap trakhea, bronkus, atau paru yang menyebabkan batuk kering, serak, ngorok, suara lemah atau hilang sama sekali akibat tekanan terhadap saraf  laringeus rekurens. Swelain itu disfagia ( sulit menelan ) akibat esofagus yang terjepit. Bila ada vena besar dalam dada yang terjepit oleh aneurisma maka vena suprafasialis pada dada, leher, atau lengan mengalami dilatasi dan akan tampak edema pada daerah dinding dada dan sianosis.
Penderita bisa mengalami batuk berdarah karena tekanan atau erosi pada pipa udara
( trakea ) maupun pada saluran pernafasan di sekitarnya. Penekanan terhadap kerongkongan bisa menyebabkan kesulitan menelan. Penekanan terhadap pita suara bisa menyebabkan suara penderita menjadi serak. Penderita bisa mengalami sindroma Horner yang terdiri dari:
- pengkerutan pupil
- penurunan kelopak mata - berkeringat hanya pada satu sisi wajah.
 Jika aneurisma aorta torakalis pecah, biasanya akan timbul nyeri yang luar biasa di punggung sebelah atas. Nyeri ini bisa menjalar ke punggung bawah dan ke dalam perut. Nyeri juga bisa dirasakan di dada dan lengan, menyerupai serangan jantung ( infark miokardial ). Penderita dengan cepat bisa jatuh ke dalam keadaan syok dan meninggal karena kehilangan banyak darah.

4.      Diagnosis dan Penatalaksanaan Medis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya atau ditemukan secara tak sengaja pada suatu pemeriksaan. Pada pemeriksaan dada, dokter bisa merasakan adanya denyut yang abnormal pada dinding dada. Rontgen dada bisa menunjukkan pergeseran dari tabung udara ( trakea ). CT, MRI atau USG transesofageal digunakan untuk menentukan ukuran yang pasti dari aneurisma. Aortografi biasanya digunakan untuk membantu menentukan jenis pembedahan yang perlu dilakukan.

5.      Penatalaksanaan Medis 
Pengontrolan tekanan darah dan mengoreksi faktor resiko sangat penting. Pasien dengan aneurisma disekans tekanan darah sistolik harus dipertahankan sekitar 100-120 mmHg, dengan pemberian obat anti hipertensi ( misalnya : labertatol, dan nitroprusid ). Aliran berdenyut dapat dikurangi dengan obat yang menurunkan kontraktilitas jantung ( misalnya : propanol ).
Jika lebar dari aneurisma aorta torakalis mencapai 7,5 cm, biasanya dilakukan pembedahan perbaikan dengan pencangkokan buatan pada penderita dengan sindroma Marfan meskipun aneurismanya lebih kecil, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan,  karena cenderung pecah. Angka kematian selama pembedahan cukup tinggi, yaitu sekitar 10-15%. Terapi dengan obat (beta blocker) diberikan untuk mengurangi denyut jantung dan tekanan darah sehingga akan mengurangi resiko pecahnya aneurisma Tujuan akhir pembedahan adalah mengangkat aneurisma dan mengembalikan kontinuitas pembuluh darah.



Aneurisma Aorta Abdominalis
1.      Definisi 
Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyerang mulai dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta, kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas keatas ke arteri renalis, melibatkan cabang-cabang visera mayor dari aorta. Aneurisma ini sering terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, ukurannya lebih besar dari 7,5 cm dan bisa pecah. (Diameter normal dari aorta adalah 1,8-2,5 cm).

2.      Etiologi
Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi faktor resiko terjadinya aneurisma aorta abdominalis adalah aterosklerosis dan hipertensi. Aneurisma aorta abdominalis bisa disebabkan oleh  Infeksi kelainan bawaan pada jaringan ikat yang membentuk dinding arteri.
Aneurisma aorta abdominalis bisa terjadi pada siapa saja, tetapi paling sering ditemukan pada pria usia 40-70 tahun. Pada anak-anak, aneurisma bisa terjadi akibat cedera tumpul pada perut atau akibat sindroma Marfan. Kebanyakan aneurisma ini terjadi disebelah bawah arteri renalis. Apabila tidak ditangani, akan berakhir dengan ruptur dan kematian. Komplikasi yang sering terjadi adalah pecahnya aneurisma yang bisa menyebabkan perdarahan hebat ke dalam rongga perut. Aneurisma yang pecah lebih sering ditemukan pada penderita yang memiliki aneurisma lebih besar dari 5 cm.

3.      Patofisiologi
Semua jenis aneurisma meliputi kerusakan lapisan media pembuluh darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelemahan konginetal, trauma atau proses penyakit. Apabila timbul aneurisma, maka akan selalu cenderung bertanbah besar ukuranya. Faktor predisposisinya adalah genetik atau keturunan, merokok dan hipertensi. Lebih dar separuh penderita mengalami hipertensi.

4.      Manifestasi Klinis
Beberapa pasien mengeluh bahwa mereka merasakan ” jantungnya berdenyut”  dalam perut saat berbaring atau mereka mengatakan merasa ada suatu massa dalam perutnya atau nyeri perut yang berdenyut. Tanda adanya ruptru yang mengancam antara lain nyeri punggung atau nyeri abdomen berat, yang bisa menetap maupun hilang timbul dan biasanya terlokalisasi di abdomen tengah atau bawah disebelah kiri garis tengah. Nyeri pinggang bawah bisa terjadi karena tekanan aneurisma ke sarf lumbal.
Jika aneurisma itu ruptur maka akan terjadi nyeri pinggang berat dan terus-menerus, tekanan darah turun drastis dan menurunya hematokrit. Ruptur aneurisma ke rongga retroperitoneal dapat berupa hematom di skortum, perineum, dan penis. Tanda gagal ginjal atau bruit yang keras menunjukan ruptur ke vena kava. Ruptur ke peritoneal dapat menyebabkan kematian yang cepat.

5.      Diagnosis
Banyak penderita yang tidak memiliki gejala dan terdiagnosis pada pemeriksaan fisik rutin atau pada pemeriksaan rontgen yang dilakukan untuk alasan lain. Pada pemeriksaan fisik, dokter bisa merasakan adanya massa yang berdenyut di garis tengah perut. Aneurisma yang berkembang dengan cepat dan hampir pecah, sering terasa nyeri atau menimbulkan nyeri tumpul bila ditekan. Pada penderita yang gemuk, aneurisma yang lebarpun sering tidak dapat ditemukan.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat membantu menegakkan diagnosis aneurisma. Foto rontgen perut bisa memperlihatkan suatu aneurisma yang memiliki endapan kalsium di dindingnya. USG bisa menunjukkan dengan jelas ukuran dari aneurisma   CT scan yang dilakukan setelah penyuntikan zat warna secara intravena, bisa secara tepat menunjukkan ukuran dan bentuk aneurisma, tetapi biayanya mahal   MRI scan juga merupakan pemeriksaan yang akurat, tetapi biayanya mahal.

6.      Penatalaksaanan Medis
Pengobatan aneurisma tergantung kepada ukurannya. Jika lebarnya kurang dari 5 cm, jarang pecah; tetapi jika lebih lebar dari 6 cm, sering pecah. Karena itu pada aneurisma yang lebih lebar dari 5 cm, dilakukan pembedahan. Pada pembedahan dimasukkan pencangkokan sintetik untuk memperbaiki aneurisma. Angka kematian karena pembedahan ini adalah sebesar 2%. Aneurisma yang pecah atau terancam pecah, perlu ditangani melalui pembedahan darurat. Resiko kematian selama pembedahan aneurisma yang pecah adalah sebesar 50%. Jika suatu aneurisma pecah, ginjal memiliki resiko untuk mengalami cedera karena terganggunya aliran darah ke ginjal atau karena syok akibat kehilangan darah. Jika setelah pembedahan terjadi gagal ginjal, harapan hidup penderita sangat tipis. Aneurisma yang pecah dan tidak diobati, selalu berakibat fatal.

Aneurisma Intrakranila
1.      Definisi
Aneurisma intrakranial ( serebral ) adalah dilatasi dinding arteri serebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri.

2.      Etiologi
Penyebab aneurisma  tidak diketahui, mungkin kerena arterosklerosis yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dilanjutkan dengan kelemahan pada dinding pembuluh darah. Bisa juga karena kongenetal atau keturunan, penyakit vaskuler hipertensi, trauma kepala, dan pertambahan usia. Arteri serebral yang paling umum mengalami aneurisma adalah karotid internal, serebral anterior, arteri komunis arterior, dan arteri serebral tengah. 

3.      Patofisiologi
Pelebaran aneurisma dan tekanan pada daerah sekitar saraf kranial atau substansi otak atau lebih hebat lagi bila aneurisma itu pecah, menyebabkan hemoragi subarakhnoid ( hemoragi ke dalam ruang subarakhnoid kranial ). Metabolisme otak yang normal dirusak oleh otak yang tertutup darah, dengan peningkatan TIK yang diakibatkan dari masuknya darah ke ruang subarakhnoid dengan tiba-tiba yang menekan dan membuat cedera jaringan otak. Iskemia otak yang diakibatkan oleh penurunan perfusi, adanya tekanan dan spasme vaskuler yang sering disertai pendarahan subarakhnaid. Selain aneurisma, penyebab lain dari hemoragi subarakhnoid adalah karena malformasi, artereovenosa, tumor, trauma, diskrasia darah dan faktor-faktor yang tidak diketahui lainnya.

4.      Manifestasi Klinis
Pecahnya aneurisma selalu terjadi tiba-tiba, tidak selalu disertai dengan sakit kepala yang berat dan sering kehilangan kesadaran untuk periode yang bervariasi. Adanya nyeri dan kaku lehar bagian belakang dan medula spinalis akibat adanya iritasi meningen. Gangguan penglihatan ( hilangnya penglihatan, diplopia, ptosis ) terjadi pada saat  aneurisma berdekatan dengan saraf okulomotorius. Dapat terjadi tinitus, pusing, dan hemiparesis.
Bila aneurisma itu bocor dan mengeluarkan darah, kemudian membentuk bekuan darah yang menutupi daerah yang pecah maka dalam keadan sesaat padien dapat memperlihatkan adanya sedikit defisit neurologik atau mungkin terjadi perdarahan yang menyebabkan kerusakan serebral yang dengan cepat diikuti koma dan kematian. Prognosis bergantung pada kondisi neurologik pasien, usia, keadaan penyakit dan luasnya lokasi aneurisma.

5.      Diagnostik
Dioagnostik ditetapkan dengan CT fungsi lumbal, yang menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal dan angiografi serebral, yang menunjukan lokasi dan ukuran aneurisma dan memberi informasi tentang arteri yang terkena, pembuluh darah yang ada diantaranya dan cabang-cabang vaskuler.

6.   Penatalaksanaan Medis
Sasaran pengobatan adalah untuk memungkinkan otak pulih dari akibat pendarahan, untuk mencegah atau meminimalkan resiko perdarahan ulang, dan untuk mencegah atau mengobati komplikasi dengan cara tirah baring untuk mencegah agitasi dan stress, penatalaksanaan spasme vaskuler dan pembedahan atau pengobatan medis untuk mencegah pendarahan ulang.

6.      Komplikasi
Komplikasi yang berpotensi untuk muncul yaitu :
ü  perdarahan ulang
ü  hidrosefalus akut, yang menyebabkan darah bebas menghambat reabsorbsi cairan serebrospinal oleh villi subarakhnoid.
ü  Kejang
ü  Peningkatan tekanan intrakranial
ü  Hipertensi sistemik.
ü  Vasospasme




ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEURISMA SEREBRAL


1.      Pengkajian
a.       Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi.

b.      Pemeriksaan Sistemik
·         Kepala    : ( mata, hidung, telinga, gigi, dan mulut )
·         Leher      : ada tidaknya pembesaran tyroid
·         Dada   : inspeksi kesimetrisan dada, palpasi pergerakan dada, perkusi, auskultasi  suara nafas dan bunyi jantung S1 dan S2
·         Genitalia  : infeksi kebersihan
·         Ekstremitas atas dan bawah : kesimetrisan, pergerakan, tonus otot, ada  tidaknya edema

c.       Pemeriksaan Penunjang
·         Pemeriksaan CT scan : fungsi lumbal yang menunjukan adanya darah dalam cairan.
·         Angiografi serebral : menunjukan lokasi dan ukuran anuerisma  

d.      Kaji Sistem Neurologik
Reaksi pupil, fungsi sensorik dan motorik, defisit saraf kranial ( gerakan mata ekstraokuler, fasiaol droop, adanya ptosis ), kesukaran bicara, gangguan penglihatan atau penurunan neurologik dan sakit kepala.

2.      Dioagnosa Keperawatan
a.       Perubahan perfusi serebral sehubungan dengan perdarahan dari aneurisma.
b.      Perubahan sensori atau persepsi sehubungan dengan pembatasan kewaspadaan subarakhnoid.   
c.       Ansietas sehubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada subarakhnoid

3.      Intervensi
Ø  Dx             : Perubahan perfusi serebral sehubungan dengan perdarahan dari aneurisma.
Tujuan       : Memperbaiki perfusi jaringan serebral
Intervensi  :
a.       Kaji penurunan neurologi, peningkatan TIK, dan Vasospasme
Rasional : Memudahkan untuk melakukan tindakan keperawatan
b.      Observasi TD, denyut nadi setiap satu jam sekali
Rasional : agar tidak mengalami peningkatan, jika TD meningkat dapat memperparah penyakit dan proses penyembuhan lebih lama.
c.   Kaji respon pupil dan fungsi motorik
Rasional : Mengetahui lebih dini penurunan fungsi sensorik dan motoriknya
  1. Pantau status respiratorik karena adanya penurunan tekanan O2
Rasional : Supaya tidak mengalami alkalosisi dan asidosis respiratorik
e.       Berikan lingkungan yang tidak menstimulus terjadinya TIK dan perdarahan
Rasional : TIK dan pendarahan dapat memperburuk keadaan
f.       Anjurkan untuk tirah baring
Rasinaonya : Untuk mengurang resiko terjadinya peningkatan TIK
g.      Tinggikan tempat tidur bagian kepala dengan ketinggian sedang  
      Rasional : Memberikan aliran vena dan menurunkan TIK

Ø  Dx             : Perubahan sensori atau persepsi sehubungan dengan pembatasan kewaspadaan   
  subarakhnoid.   
Tujuan      : Mengurangi gangguan sensorik atau persepsi
Intervensi :
a.   Orientasikan pada realitas ( waktu, tempat, orang )
Rasional : Membantu untuk mempertahankan orientasi
  1. Beri stimulus sensorik secara minimal
Rasional : Klien dapat mengingat terus terhadap stimulus yang diberikan

Ø  Dx                         :Ansietas sehubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada subarakhnoid
Tujuan       : Mengurangi ansietas klien
Intervensi  :
a.       Berikan informasi tentang rencana tindakan keperawatan
Rasional : Memberikan ketenangan dan membantu meminimalkan ansietas
b.      Berikan dukungan.
Rasional : Dengan diberi dukungan klien tidak merasa sendiri dan dapat mengurangi rasa takut.

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Carpenito, Lynda Jual. 1999. Rencana Auhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC ; Jakarta 

Ø  Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC ;Jakarta

Ø  Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Bedah, EGC ; Jakarta

Ø  http://www.scribd.com/doc/4825949/JANTUNG-DAN-PEMBULUH-DARAH




Tidak ada komentar:

Posting Komentar